Kepsek SLB Tilamuta Diduga Arogan, Guru dan Siswa Jadi Korban

BOALEMO,HARIANPOST.ID- Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kabupaten Boalemo kini tengah menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan praktik kepemimpinan yang otoriter dan tidak manusiawi oleh kepala sekolah setempat.

Indikasi kuat menunjukkan adanya perilaku intimidatif, penyalahgunaan wewenang, serta ketidakpedulian terhadap prinsip dasar pendidikan inklusif, baik terhadap guru maupun peserta didik berkebutuhan khusus.

Seorang guru yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan bahwa selama empat bulan terakhir, proses administrasi internal, seperti penandatanganan jurnal bulanan, kerap dipersulit oleh kepala sekolah.

Hal ini berdampak langsung pada keterlambatan pencairan gaji para guru.

“Contohnya bulan ini, batas pengumpulan jurnal adalah 5 Agustus 2025 dan itu harus segera dikirim ke Dinas Pendidikan. Namun, sampai sekarang belum ditandatangani karena kepala sekolah selalu menghindar. Ini bukan pertama kali terjadi,” ujar guru tersebut, Kamis 6 Agustus 2025.

Menurutnya, sikap pasif dan terkesan menghindar dari kepala sekolah ini telah menciptakan tekanan psikologis bagi guru-guru di SLB tersebut.

Terlebih, ketika salah satu guru berinisiatif menghubungi kepala sekolah demi mempercepat proses, permintaan untuk bertemu justru dinilai tidak masuk akal.

“Beliau meminta agar guru tersebut datang ke mess haji hanya untuk minta tanda tangan. Padahal, itu di luar jangkauan dan biaya transportasi jadi beban besar bagi kami yang berpenghasilan minim,” tambahnya.

Lebih jauh, narasumber menyebut bahwa dalam kurun empat tahun kepemimpinan kepala sekolah tersebut, pola yang sama terus terjadi, membuat proses kerja berbelit, menciptakan suasana kerja yang tidak sehat, serta menunjukkan sikap tidak kooperatif.

“Dia selalu mempersulit semua orang di sekolah ini. Tidak pernah berpikir bagaimana beratnya kerja di sekolah luar biasa, apalagi menghadapi anak-anak difabel,” lanjutnya.

Yang lebih mengkhawatirkan, dugaan kekerasan verbal hingga fisik terhadap siswa juga mencuat. Dalam satu kejadian, dua siswa tunanetra yang dianggap lambat merespons perintah untuk mematikan keran air justru menjadi sasaran kemarahan.

“Beliau membanting pintu kamar mandi dengan keras dan berteriak dalam bahasa daerah: ‘Madelo walao boyi!’ Sebuah ucapan kasar yang sangat tidak pantas diarahkan ke anak-anak berkebutuhan khusus,” ucapnya yang jauh dari model Pendidikan inklusif yang menuntut empati, kesabaran, dan profesionalisme tinggi, terutama di lingkungan seperti SLB, yang setiap harinya diisi oleh anak-anak dengan kebutuhan khusus yang memerlukan pendekatan berbeda.

Sayangnya, alih-alih menjadi pemimpin yang membina dan melayani, kepala sekolah justru diduga menjadi sumber ketakutan, penghambat proses belajar-mengajar, dan bahkan pelaku intimidasi terhadap mereka yang seharusnya dilindungi.

Kejadian ini bukan hanya mencoreng nama lembaga pendidikan tersebut, tetapi juga memperlihatkan bahwa sistem pengawasan terhadap institusi pendidikan inklusif di daerah masih sangat lemah.

Dinas Pendidikan dan instansi terkait diminta segera turun tangan, bukan hanya untuk menyelidiki, tetapi juga untuk memastikan perlindungan hak-hak dasar guru dan siswa.

Sementara itu dihubungi via whatsapp, Kepala Sekolah SLB Tilamuta, Trias Ibrahim Pambi menyampaikan bahwa masalah di SLB hanya masalah intern.

“Begini pak, masalahnya kan para guru ini dituntut untuk membuat jurnal, 3 hari lalu saya sudah sampaikan melalui grup whatsapp, bahwa untuk pemberkasan insentif, tolong disiapkan perangkat pembelajaran dengan instrumennya,” ungkapnya.

Menurutnya, hingga sampai kemarin tanggal 5 Agustus 2025, tidak ada satupun diantara mereka yang bawa maupun meminta tanda tangan untuk berkas jurnal yang dikirim ke dinas.

“Saya hari ini sudah dikegiatan. Tidak ada masalah sebenarnya pak karena saya menuntut kewajibannya mereka, dan saya siap tanda tangan yang penting ada perangkat pembelajaran,” katanya.