Penulis: Abdul Najid Lasale ( Jurnalis / Anggota Komunitas Literasi Maleo Institute)
POTRET tak biasa namun juga cemas menghantui masyarakat desa Hulawa, Kecamatan Buntulia. Sebuah desa kecil di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo ini tengah menghadapi sakaratul maut, dan menjadi kekhawatiran, mungkin di tahun – tahun mendatang nama desa Hulawa tak akan lagi ditemukan di Peta Indonesia.
Rumah penduduk hingga fasilitas pendidikan di desa Hulawa terancam direlokasi, terkena imbas proyek emas Pani Gold Project (PGP) milik PT Merdeka Copper Gold Tbk. Meskipun belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah terkait relokasi, namun kabar relokasi yang telah menyebar luas itu menjadi kabar buruk bagi masyarakat Hulawa.
Fakta Empiris
Aktivitas proyek emas PGP sangat mengganggu, terlebih bagi proses pendidikan Sekolah Dasar SDN 04 Buntulia, di desa Hulawa. Beberapa waktu lalu, Kepala Sekolah SDN 04 Buntulia Lukman Daud di Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi I DPRD Pohuwato mengakui bahwa aktivitas PGP menggangu proses belajar di Sekolah yang dia pimpin itu. Suara mesin yang bising dan hentakan alat berat di aktivitas PGP yang jaraknya ratusan Meter dari belakang bangunan SDN 04 Buntulia kerap menggagu dan mengalihkan pandangan siswa yang sedang menerima pembelajaran dari Guru. Ditambah lagi, debu beterbangan dari aktivitas alat berat PGP juga menjadi kekhawatiran yang berdampak pada kesehatan siswa dan masyarakat Hulawa.
Pemerintah Daerah hingga Wakil Rakyat di Pohuwato pun sudah turun langsung melihat kondisi yang dialami warga Hulawa dan Siswa di SDN 04 Buntulia. Bahkan DPRD Provinsi Gorontalo pada 27 Agustus 2025, telah turun melihat kondisi di desa Hulawa. Namun kehadiran para pejabat daerah hingga wakil rakyat tersebut, belum mengobati ketakutan masyarakat ihwal wacana relokasi.
Corporate & Kapitalisme
Aktivitas corporate yang kental dengan Kapitalisme itu sebetulnya menjadi ancaman bagi masyarakat Hulawa. Dalam kapitalisme, ekspansi lingkungan tanpa henti adalah tujuan untuk mendatangkan keuntungan. Kapitalisme memandang lingkungan sebagai sumberdaya yang harus dieksploitasi untuk mencapai tujuan, karena hasrat keuntungan dan juga memenangkan persaingan dengan perusahaan lainnya.
Kegiatan pertambangan oleh corporate ini pun didukung oleh penguasa/pemerintah lewat produk hukumnya.Namun di sisi lain Pemerintah melupakan hak masyarakat atas ruang hidup, juga melupakan hak ekonomi masyarakat Hulawa dan masyarakat lingkar tambang yang sebagian besar memang bergantung kepada pertambangan rakyat. Dominasi hukum yang hadir di proyek PGP menjadi jalan pembenaran atas perampasan ruang terhadap masyarakat Hulawa dan sekitarnya.
Negara beserta segala instrumennya seperti sedang menunjukan posisinya, bahwa kepentingan corporate jauh lebih penting daripada kepentingan masyarakat. Seperti yang dikatakan Marx, Negara merupakan ekspresi politik dari struktur klas yang melekat dalam produksi. Kemudian Engels bersama konsep fundamental Marx menyebut bahwa Negara memiliki asal – usulnya untuk mengontrol perjuangan sosial antar kepentingan ekonomi yang berbeda, dan bahwa kontrol itu dipegang oleh klas dominan, klas yang memiliki kekuatan ekonomi dalam masyarakat. Negara Kapitalis adalah sebuah kebutuhan untuk menanggapi dan menengahi konflik klas dan menjaga ‘tatanan’ dan ‘tatanan’ itu memproduksi dominasi ekononomi borjus (Carnoy, 1984).
Dalam konteks proyek emas di Pohuwato, Pemerintah berhasil ditaklukkan – dan penaklukan yang dibaluti rasionalitas itu menyertakan keyakinan kultural yang melegitimasi penaklukannya, bahwa kehadirannya di Gorontalo, khususnya di Pohuwato akan memberikan dampak baik bagi pembangunan Pohuwato ke depannya, termasuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Keyakinan yang ditanamkan ini perlahan membuat masyarakat Pohuwato, khususnya masyarakat lingkar tambang menjadi patuh. Dengan begitu Kapitalisme akan semakin melanggengkan kekuasaannya.
Kapitalisme masih bertahan karena buruh – massa menerima keadaan umum ini – dominasi budaya borjuasi membuat penggunaan kekuatan politik tak perlu untuk mempertahankan kekuasaan. Dengan demikian, jalan pembebasan dari kondisi ini adalah : massa harus dibebaskan dari keterpesonaan pada hegemoni budaya kelas kapitalis sebelum perlawanan yang berhasil terhadap Negara yang menindas itu bisa terjadi (Nezzar Patria & Andi Arief, 2025 ; 14).
Sikap Pemerintah yang ter-hegemoni dan dengan sengaja menghadirkan PT Merdeka Copper Gold Tbk di Pohuwato itu sama dengan menyuntikan virus ke dalam tubuh masyarakat. Virus itu perlahan mengambil alih tubuh dan menghancurkan tubuh inangnya. Kini telah tampak, hutan dan pegunungan di Hulawa telah dieksploitasi. Namun yang paling berbahaya, adalah bukan saja Sumber Daya Alam yang dieksploitasi, tetapi jika pikiran para penguasa dan masyarakatnya juga sudah berhasil dieksploitasi (Terhegemoni), sehingga secara sadar (tanpa paksaan) memberikan ruang hidupnya untuk corporate, menjual tanah dan rumahnya untuk kepentingan corporate dengan jaminan keuntungan berlipat ganda yang akan didapatkan.
Jauh sebelum ini terjadi, potret yang terjadi di Pohuwato hari ini sebelumnya sudah dikhawatirkan Tan Malaka (1948), bahwa kemerdekan Indonesia tidak dirancang untuk kemaslahatan bersama, dan karena itu dirinya menyerukan perjuangan untuk Indonesia merdeka 100 persen. Dalam bukunya Gerpolek (Geriliya – Politik – Ekonomi), Tan Malaka menyampaikan bahwa Rakyat Indonesia tiadalah bisa memperoleh jaminan bagi hidupnya dengan mendapatkan hak politik saja, yaitu kedaulatan dan kekuasaan politik semata – mata- bilamana kapitalis asing masih terus merajalela di sini.
Tan Malaka juga mewanti, jika Pemerintah Indonesia dipegang oleh kaki tangan kapitalis asing – walaupun bangsa Indonesia sendiri, dan 100 persen perusahaan modern berada di tangan kapitalis asing, seperti di zaman “Hindia – Belanda” – maka revolusi Nasional itu berarti membatalkan Proklamasi dan Kemerdekaan Nasional dan mengembalikan Kapitalisme dan Imperialisme Internasional.
Mengkhawatirkan Masa Depan Pohuwato
Dengan segala permasalahan yang mucul, Pemerintah pusat, Pemerintah Daerah dan segala perangkat Negara lainnya, termasuk masyarakat Pohuwato, harus membaca gejolak yang terjadi di Pohuwato hari ini sebagai sesuatu yang perlu dikhawatirkan dan dicemaskan. Kita perlu menghadirkan solusi konstruktif atas persoalan yang timbul, sebelum kekhawatirkan ini berubah menjadi kekacauan yang disesali di kemudian hari.
Penting untuk melakukan pemetaan potensi konflik – dan solusinya – agar insiden 21 September 2023, yang berujung pembakaran Kantor Bupati tidak terulang kembali. Pemerintah dan Pemerintah daerah tidak boleh hanya melakukan penalaran positif, bahwa hadirnya corporate PT Merdeka Copper Gold Tbk di Pohuwato akan mendatangkan keuntungan dan terbukanya lapangan pekerjaan, serta menawarkan pembangunan yang masif. Penting juga untuk melakukan penalaran terbalik, kehadiran perusahaan pertambangan di Pohuwato telah memunculkan konflik sosial dan lebih mengkhawatirkan, hadirnya perusahaan ini sebagai bagian dari proyek menuju kepunahan.
Oleh karena itu, perlu ada solusi dan secepatnya harus dihadirkan. Dan apapun solusi yang dihadirkan, manusia – manusia di Pohuwato harus dimenangkan dan diuntungkan, karena mereka memiliki historis – dan mereka adalah pewaris yang menginginkan kemenangan. Ayat suci : Dan Aku Menghendaki Kemenangan orang – orang yang Tertindas di bumi, dan menjadikan mereka pemimpin –pemimpin dan pewaris – pewaris (QS. Al-Qashash [28] : 5 ).









