GORONTALO, HARIANPOST.ID- Ketua Ombudsman Republik Indonesia Mokhammad Najih menemui Penjabat Gubernur Ismail Pakaya di Rumah Dinas Gubernur, Kota Gorontalo, Kamis (28/3/2024). Selain silaturahim, pertemuan ini membahas monitoring Ombudsman RI terkait rekomendasi pemberhentian perangkat desa.
“Kemarin kami sudah melakukan koordinasi dan kunjungan kerja dengan Pemerintah Kabupaten Gorontalo, karena kebetulan Ombudsman sedang melakukan monitoring terhadap rekomendasi pemberhentian perangkat desa,” jelas Mokhammad Najih saat diwawancarai.
“Sekarang tahap resolusi, sudah ada beberapa langkah yang ditempuh untuk memenuhi rekomendasi Ombudsman. Masalah pemberhentian perangkat desa ini karena ada dasar yang tidak sinkron dengan dasar yuridis yang dipakai terutama peraturan daerah dan pergub,” imbuhnya.
Ada tiga rekomendasi secara besar terkait pemberhentian aparatur desa antara lain meninjau kembali keputusan pemberhentian karena ada prosedur yang tidak sesuai atau mala administrasi. Kemudian, perangkat desa yang sudah tidak mungkin dipulihkan haknya, diberikan upah penghargaan atau pesangon.
Selanjutnya, untuk memastikan adanya kekeliruan pada proses dan prosedur, maka Ombudsman RI merekomendasikan agar regulasinya disempurnakan terlebih dahulu. Hal ini agar peristiwa serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.
“Kita dorong lewat pak gubernur sebagai pembina di tingkat wakil pemerintahan pusat di daerah diharapkan agar dapat ikut mendorong dan segera merealisasikan hasil rekomendasi dari ombudsman,” ungkap Mokhammad Najih.
Melalui pertemuan tersebut, Mokhammad Najih berharap rekomendasi yang disampaikan dapat segera ditindaklanjuti oleh Penjagub Ismail. Menurutnya, rekomendasi ini harus direalisasikan agar ada harmoniasi dan perbaikan untuk menyinkronkan dasar yuridis dan peraturan daerah.
Sebagaimana diketahui, Ombudsman RI pada 27/9/2023 kemarin telah menerbitkan rekomendasi kepada Bupati Gorontalo selaku terlapor terkait pemberhentian 176 perangkat desa melalui Evaluasi Kinerja dan/atau penyesuaian Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang terjadi pada tahun 2021.
Hal itu dinilai karena terlapor telah melakukan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang dalam evaluasi kinerja perangkat desa untuk tujuan pemberhentian yang belum diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo, serta melakukan penyesuaian SOTK Pemerintah Daerah yang tidak kredibel dan tidak akuntabel dari pengaturan maupun pelaksanannya.