Politik Amplop Merusak Demokrasi

POLITIK uang merusak demokrasi, setiap kali mendekati pemilu, para calon anggota legislatif mengumbar janji manis kepada masyarakat. Tidak jarang juga sebagian dari mereka menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako. Secara sadar mereka telah melakukan politik uang, sebuah praktik koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya.

Money politic atau politik uang adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap. Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya.

Tindak pidana politik uang diatur dalam Pasal 523 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dibagi dalam 3 kategori yakni pada saat kampanye, masa tenang dan saat pemungutan suara. Namun pasal ini sepertinya tidak membuat efek jera bagi Peserta pemilu dari setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan masyarakat juga dianggap masih sangat pasif dalam mengawasi praktik-praktik politik uang untuk melaporkan kepada pihak Pengawas Pemilu.

Politik amplop yang merujuk pada penggunaan uang sebagai alat untuk memperoleh pengaruh politik telah merusak integritas politik dan membahayakan prinsip-prinsip demokrasi. Politik uang mengubah politik menjadi arena transaksi, di mana kepentingan pribadi atau kelompok dipertaruhkan untuk mencapai tujuan politik tertentu.

Dalam konteks ini, kepentingan publik sering kali terabaikan dan kebijakan yang dihasilkan cenderung mendukung pihak yang memiliki kekayaan finansial. Salah satu dampak negatif yang paling mencolok dari money politik adalah, ketika uang memainkan peran dominan dalam politik, suara rakyat menjadi terpinggirkan.

Calon atau partai politik yang kaya memiliki keunggulan dalam mempengaruhi pemilih, sementara calon yang berkualitas tetapi kurang mendapatkan dukungan finansial sering kali tertinggal. Politik uang juga memicu korupsi dan praktik politik yang tidak etis.

Selain itu, politik uang juga menciptakan ketidakadilan sosial. Kesenjangan antara politisi yang kaya dan masyarakat biasa semakin memperdalam kesenjangan sosial dan ekonomi. Masyarakat yang kurang mampu sering kali tidak memiliki akses yang sama ke perwakilan politik yang berkualitas, karena calon yang miskin memiliki keterbatasan dalam keuangan.

Untuk itu, masyarakat juga perlu diberikan edukasi agar tidak masa bodoh terhadap kejadian praktik seperti ini, panwas tingkat kecamatan dan desa juga harus berani menggaransi kemudahan serta keamanan masyarakat untuk melaporkan segala kecurangan dan potensi pelanggaran di semua tahapan pemilu sesuai tagline Badan Pengawas Pemilu “Bersama rakyat awasi pemilu, bersama badan pengawas pemilu tegakkan keadilan pemilu”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *