HARIANPOST– Persoalan pertambangan di Kabupaten Pohuwato memang tidak ada habisnya.Aktivitas pertambangan yang menggunakan alat berat (eksavator) itu masih menjadi pembicaraan hangat yang banyak dibicarakan ditengah masyarakat, terlebih ihwal kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.
Namun dalam pengukuhan dewan pimpinan cabang (DPC) asosiasi penambang rakyat Indonesia (APRI) belum lama ini, ketua collective responsible mining (CRM) Mo’Awota, Kecamatan Dengilo, Yosar Rubia menyampaikan bahwa tugas APRI kedepan adalah mewujudkan pertambangan rakyat yang ramah lingkungan.
Sejalan dengan tugas itu, CRM Mo’awota Kecamatan Dengilo saat ini tengah berupaya melakukan aktivitas pertambangan yang ramah lingkungan, yaitu dengan menimbun kembali sisa galian lubang yang tidak produktif. Penimbunan itu diakui Yosar, dilakukan secara sadar oleh rakyat penambang melalui iuran gotong royong.
Sikap penambang yang berupaya meminimalisir kerusakan lingkungan itu, mendapat apresiasi dari ketua aliansi Jurnalis Pohuwato (AJP) Jundi Dai. Meskipun demikian Jundi menilai, pertambangan rakyat ramah lingkungan yang disampaikan Apri itu hanya alibi untuk melegalkan aktivitas pertambangan yang memang sudah menjadi rahasia umum, belum mengantongi izin.
Dirinya tidak yakin, Apri benar-benar komitmen dalam mengupayakan pertambangan rakyat yang ramah lingkungan. Buktinya kata Jundi, beberapa hari lalu, dirinya bersama sejumlah wartawan yang tergabung dalam AJP memantau langsung proses penimbunan sisa galian yang ada di CRM Mo’Awota.
” Yang kami temukan adalah ada aktivitas penimbunan galian, namun hanya dilakukan oleh satu alat berat. Ini tidak sebanding dengan aktivitas penambangan menggunakan eksavator yang jumlahnya lebih dari satu. Artinya apa, Apri tidak benar-benar komitmen dengan meminimalisir kerusakan lingkungan seperti yang mereka ungkapkan,” Ucap jundi, Sabtu (14/11).
Tidak hanya itu, Jundi bisa memastikan bahwa Apri tidak sepenuhnya ingin mewujudkan pertambangan yang ramah lingkungan. Lantaran sejauh ini hanya ketua CRM wilayah Dengilo saja yang berani menyampaikan akan menimbun sisa galian. Sementara di Pohuwato diketahui ada sejumlah titik aktivitas tambang yang juga harus dilakukan hal yang sama.
” Nah ini saya lihat, hanya CRM Dengilo saja yang punya keinginan itu. Ketua Aprinya berani komitmen tidak ? Toh sejauh ini hanya di Dengilo yang mulai melakukan penimbunan, dilokasi lain bagaimana?” Tanya Jundi
Dengan melihat berbagai dinamika dan situasi yang ada, Jundi berani memastikan bahwa tidak semua penambang yang menggunakan alat berat di Pohuwato punya keinginan yang sama untuk meminimalisir kerusakan lingkungan. Apalagi telah terkonfirmasi bahwa biaya penimbunan itu diambil dari iuran gotong royong dari penambang. Sementara ada sejumlah pengusaha tambang yang tidak mau mengumpulkan iuran tersebut.
” Sedangkan masih dalam proses penggalian tambang saja, ada yang tidak mau mengumpul iuran. Apalagi usai aktivitas penambangan yang menyisahkan galian kubangan yang memang sudah tidak produktif. Kita akan lihat apakah pengusaha tambang benar-benar komitmen dan bertanggung jawab atau tidak. Terlepas dari semua pengusaha mengumpulkan iuran atau tidak, penimbunan sisa galian tetap harus dilakukan oleh Penambang, mereka harus bertanggung jawab,” Tegas Jundi (D.01)