HARIANPOST (Pohuwato)-Aktivitas pertambangan rakyat yang belum mengantongi izin di Kabupaten Pohuwato masih menjadi permasalahan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah dan Penegak hukum.
Potensi emas di daerah panua ini memang menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat di wilayah itu. Namun di sisi lain, aktivitas pertambangan dengan menggunakan alat berat (eksavator) juga menjadi masalah, lantaran dampak kerusakan lingkungan yang di timbulkannya.
Sadar akan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya, para pengusaha tambang bersama asosiasi penambang rakyat Indonesia ( APRI), belakangan, mulai melakukan revitalisasi dengan menimbun kembali sisa galian yang sudah tidak produktif. Namun upaya tersebut belum sepenuhnya maksimal.
Untuk menseriusi persoalan ini, forum komunikasi pimpinan daerah ( Forkopimda) Kabupaten Pohuwato, pagi tadi Jum’at (18/12) di Mapolres Pohuwato, melakukan rapat koordinasi guna menyoroti maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin, yang di pimpin Kapolres Pohuwato, AKBP Teddy Rayendra.
Kapolres Pohuwato mengungkapkan,untuk saat ini Forkopimda Pohuwato menyoroti maraknya penggunaan alat berat yang menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan. Meskipun demikian ungkap Kapolres pihaknya tidak dapat langsung menertibkan alat berat tersebut, sebab ada langkah-langkah persuasif yang harus dilakukan terlebih dahulu.
” Prinsipnya kita akan melaksanakan dulu kegiatan yang sifatnya preentif, kemudian preventif, kalau tidak berhasil maka kita lakukan tindakan represif,” Ungkap Kapolres Pohuwato.
Sebelumnya, Persoalan pertambangan di Kabupaten Pohuwato juga mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat. Dimana dalam rapat bersama kementrian lingkungan hidup, 23 November 2020 lalu, pemerintah pusat menyampaikan perlunya penertiban alat berat yang digunakan untuk pertambangan di wilayah konservasi. Hal itu dilakukan demi menjaga tidak terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih meluas.
Kalaupun nanti ditertibkan, Bupati Kabupaten Pohuwato Syarif Mbuinga meminta kepada pemerintah pusat, perlunya pendekatan sosial ekonomi dilakukan kepada masyarakat penambang pasca penertiban.
Pasalnya kata Syarif, banyak masyarakatnya yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas menambang, namun disisi lain Syarif merasa penertiban perlu dilakukan untuk mengurangi dampak yang ada.
Selain itu, Bupati Pohuwato dua periode ini juga menyampaikan aspirasi masyarakat penambang Pohuwato yang menginginkan adanya wilayah pertambangan rakyat (WPR). Syarif mengatakan, dirinya telah berupaya memperjuangkan WPR tersebut dari tahun 2012 namun hingga hari ini belum juga bisa terwujud. Padahal kata Syarif, segala administrasi telah dilengkapinya untuk memperoleh WPR.
“Kami sudah mengurusnya (WPR). Kami sudah sampai di tingkatan analisis dampak lingkungannya. Saat ini surat kami sudah ada di pemerintah Provinsi dan pemerintah Provinsi sudah sangat yakin WPR tersebut akan segera disampaikan ke pemerintah pusat. Kalau daerah lain secara administratif itu belum lengkap berarti pengurusannya akan terhambat,” Terangnya pada pertemuan virtual bersama pemerintah pusat November 2020 lalu. (D.01)