POHUWATO,HARIANPOST.ID – Pada Tahun 2023 lalu, Rumah Sakit Bumi Panua (RSBP) Pohuwato berhasil menerima Sertifikat akreditasi dengan kelulusan Paripurna dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dengan capaian ini diharapkan layanan Rumah Sakit Bumi Panua akan menjadi lebih baik.
Namun apa jadinya jika harapan tersebut justru berbanding terbalik dengan realitas. Bukan semakin baik, layanan di Rumah Sakit kebanggaan daerah itu justru banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Keluarga Almarhum Mohamad Kadir salah satunya.
Sambil bercucuran air mata, keluarga Almarhum Mohamad Kadir, warga Desa Buntulia Utara itu, menceritakan peristiwa pilu yang menimpa Mohamad Kadir, saat hendak mendatangi Rumah Sakit Bumi Panua, Selasa malam, 3 Desember 2024.
Adik Almarhum Mohamad Kadir, Rahim Kadir menceritakan di malam itu, dirinya membawa Mohamad Kadir untuk berobat ke RSBP. Mohamad Kadir mengalami sakit hebat dibagian tangan dan bahu sebelah kiri. Rasa sakitnya tak terhankan lagi. Sambil meringis kesakitan, Mohamad Kadir meminta adiknya Rahim Kadir untuk membawanya berobat ke RSBP.
“Dia minta untuk dibawa ke Rumah Sakit. Karena tangannya sampai ke bahu itu Sakit sekali. Saya pun membawanya ke Rumah Sakit,” ujar Rahim Kadir saat ditemui sejumlah Wartawan di Rumah Duka, Buntulia Utara, Kecamatan Buntulia. Kamis malam, 5 Desember 2024.
Sesampainya di RSBP, Mohamad Kadir berjalan sambil didampingi Rahim Kadir menuju ke ruang layanan UGD. Berharap mendapatkan pelayanan, perawat di ruang layanan UGD itu malah meminta Rahim Kadir membawa kakaknya untuk berobat ke Puskesmas Marisa. Alasannya, saat itu ruangan sedang penuh.
“Setelah itu saya didatangi oleh keluarga pasien lain yang menyampaikan kalau masih ada tempat yang kosong, masih banyak malah. Saya juga sempat cek sendiri, masih ada. Tapi kami tetap diminta ke Puskesmas. Mungkin karena torang (kami) orang susah,” ucapnya
Menerima perlakuan itu, keluarga Almarhum Mohamad Kadir menilai tindakan yang dilakukan pihak RSBP adalah sebuah tindakan penolakan terhadap keluarganya yang sedang sakit. Sambil menahan rasa kecewa, pihak keluarga pun akhirnya membawa Mohamad Kadir ke Puskesmas dengan menaiki motor berboncengan dua orang. Mohamad Kadir diapit di tengah. Saat itu kata Rahim, kondisi kakaknya sudah semakin memburuk, badannya mulai lemas.
Sesampainya di Puskesmas Marisa, dia mendapati kondisi yang sama. Pihak Puskesmas Marisa menyampaikan kondisi Puskesmas yang sedang penuh. Namun saat itu, pihak Puskesmas sempat memberikan penanganan dengan memasangkan selang inpus. Di dalam kondisi itu, Mohamad Kadir mulai merasakan sesak napas.
“Tapi yang membuat kami sempat emosi itu, saat mau dipasangi alat bantu pernapasan, tabung oksigen tidak bisa dibuka. Dan pihak Puskesmas tidak punya alat untuk membukanya, akhirnya kami juga yang harus pergi mencari alat untuk membukanya,” cerita Rahim Kadir
Setelah mendapatkan penanganan, Mohamad Kadir akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten Boalemo dalam kondisi tidak sadarkan diri, sekitar pukul 22.50 WITA. Sesampainya di Rumah Sakit Boalemo, Mohamad Kadir langsung mendapatkan perawatan intensif. Meskipun akhirnya, keluarga menerima kenyataan pahit. Nyawa Mohamad Kadir tidak tertolong lagi. Ia dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 02.00 WITA, Rabu, 4 Desember 2024. Berdasarkan pemeriksaan oleh Rumah Sakit Boalemo, pasien meninggal karena mengalami sakit jantung dan sesak napas.
Dalam kondisi berduka dan kecewa oleh pelayanan kesehatan di Pohuwato tersebut, keluarga Almarhum kembali dimintakan untuk membayar biaya rujukan Rp 350.000 oleh Puskesmas Marisa. Dikutip dari Wartanesia.id, Kepala Puskesmas Marisa menyampaikan alasan permintaan biaya itu karena pasien merupakan pasien umum.
“Kalau menurut regulasi, yang bersangkutan dihitung pasien umum dan dikenakan tarif Perda yang di atas 1 juta bayarannya. Karena pertimbangan kemanusiaan, tidak mungkin pasien gawat dikembalikan lagi ke PKM Buntulia, makanya PKM Marisa berinisiatif menolong dan tidak mengenakan tarif Perda tetapi hanya minta kebijakkan agar BBM ditanggung keluarga karena pasti tidak bisa diklaim,” terang Kepala Puskesmas, Yulita.
Sementara itu, terkait penolakan pasien yang dilakukan RSBP, media ini telah mengonfirmasi kepada Direktur RSBP, namun belum mendapat tanggapan.