RSBP Pohuwato Berpolemik

HARIANPOST (Pohuwato)- Polemik yang melibatkan antara management Rumah Sakit Bumi Panua (RSBP) Pohuwato dan tenaga medis harus segera mendapatkan solusi. Sebab kalau tidak, polemik itu di khawatirkan akan berdampak pada pelayanan rumah sakit.

Polemik itu ditenggarai oleh lambatnya pembayaran pelayanan jasa terhadap tenaga medis, yang telah berlangsung sejak tahun 2020.

Pembayaran Terlambat Sejak Tahun 2020

Direktur RSBP, dr. Syahrawanty S Abbas membenarkan bahwa memang ada keterlambatan pembayaran jasa kepada tenaga medis. Alasannya ungkap dia, karena pembayaran dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bulan September dan Oktober, baru masuk. Sementara untuk pembayaran jasa umum sendiri kata Syarawanty telah tertunda sudah lama.

“Tapi uangnya ada. Mandeknya karena tidak ditemukan kesepakatan. Kan namanya jasa ini dimanapun akan menjadi polemik dan masalah kalau memang kita tidak bisa sepakati bersama,” ungkapnya, Senin (22/02) kemarin, usai melakukan pertemuan bersama dewan pengawas di ruang Direktur RSBP.

Hal senda juga disampaikan dewan pengawas RSBP, Trizal Entengo. Dia juga membenarkan bahwa polemik pembayaran jasa di RSBP telah berlangsung sejak tahun 2020. Namun pada saat itu, sudah di mediasi bersama Bupati Pohuwato kala itu, Bupati Syarif Mbuinga.

Tetapi polemik tersebut, hingga tahun 2021 belum juga bisa diselesaikan. Karena itu Dewan pengawas berusaha melakukan mediator antara management dan tenaga medis, guna mencegah terjadinya polemik yang berkepenjangan.

“Kami Dewan pengawas harus menjadi mediator. Bukan menentukan atau memutuskan, harus begini dan begini,” terang Trizal saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/02) kemarin.

Tidak Ada Kesepakatan

Keterlambatan pembayaran jasa ini juga di duga karena tidak adanya kesepakatan porsi pembayaran antara Management dan Tenaga medis. Terkait hal ini, Syahrawanty menerangkan bahwa pihaknya telah menyerahkan format jasa kepada tenaga medis, untuk menghitung dan membaginya.

“Ada proporsi-proporsi yang saya kasih dan itu yang akan di otak-atik. Proporsi ini yang sampai dengan sekarang tidak sepakat di antara fungsional,”ungkapnya

Syahrawanty mengatakan bahwa pihaknya tidak menemui masalah dalam melakukan pembayaran, selama mengacu pada kesepakatan yang telah disepakati bersama yang telah di tuangkan dalam peraturan Bupati.

“Jadi jangan pernah keluar dari regulasi itu,”tegas Syahrawanty

Keterlambatan pembayaran jasa ini juga ditenggarai oleh lambatanya tim yang telah dibentuk di RSBP untuk merumuskan formulasi pembagian jasa yang belum selesai.

“Apakah itu di tim atau di managemennya itu belum selesai. Bahkan ada angka yang belum disepakati,”ungkap Dewan Pengawas Trizal Entengo.

Trizal pun membeberkan porsi pembagian jasa yang di minta oleh tenaga medis dan paramedis di RSBP.

“Yang sudah clear itu JKN. Itu porsinya 56 : 44 persen. 56 persen untuk operasional dan 44 persen untuk jasa. Tapi masih ada pembagian lain yang masih mau dibahas lagi,” bebernya

Tenaga Medis Minta Porsi 44 Persen.

Bila pada tahun sebelumnya (2020), tenaga medis mendapatkan porsi 42 persen dari pendapatan RSBP, pada tahun ini (2021) porsi untuk tenaga medis minta dinaikan mejadi 44 persen. Namun hal itu kata Syahrawanty tidak sesuai kesepakatan dalam regulasi, yakni 42 persen untuk tenaga medis.

“42 persen untuk tahun kemarin itu sudah ada peraturan Bupatinya. Jadi saya maksud sesuai itu, jangan melenceng, jangan minta lebih. Kalau minta lebih ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dari kita sebagai managemen,” ungkap Syahrwanty.

Sejalan dengan hal tersebut, Trizal Entengo menjelaskan bahwa pada tahun 2020 masih menggunakan formulasi 58 : 42 persen. Sementara untuk tahun 2021 menggunakan formula yang baru yakni 56 : 44 persen.

“Itu sudah clear. Tetapi masih ada komponen lain yang belum disepakati. Karena itu Dewan pengawas harus hadir menawarkan solusi atas kebuntuan yang terjadi,” jelasnya. (D.01)