HARIANPOST (Pohuwato)- Perjuangan pembangunan Bandara di Kabupaten Pohuwato telah memakan waktu yang cukup panjang. Dan saat ini, pembangunan Bandara yang dibangun di Kecamatan Randangan itu, masih terus dilakukan.
Bahkan Bupati Pohuwato yang baru dilantik, Saipul Mbuinga,belum lama ini menemui kementrian Perhubungan guna membahas percepatan pembangunan bandara Pohuwato. Dari pertemuan tersebut, Saipul menargetkan pada tahun 2023 nanti bandara di Pohuwato sudah mulai bisa beroperasi.
Tak tanggung-tanggung, untuk mempercepat pembangunannya Pemerintah pusat melalui kementrian perhubungan pun telah mengucurkan anggaran yang tidak sedikit. Yakni sekitar 34 Miliar pada tahun ini dan 104 Miliyar rupiah pada tahun depan.
Namun belakangan terungkap, tahapan pembangunan Bandara Pohuwato tersebut masih menemui sejumlah persoalan. Di mana, sejumlah masyarakat yang mengaku memiliki lahan di kawasan pembangunan bandara, menuntut ganti rugi dari pemerintah.
Persoalan ganti rugi ini harusnya tidak lagi terjadi pada tahap ini. Apalagi persoalan tersebut kembali muncul pada akhir tahap penentuan tata batas kawasan pembangunan bandara.
“Kita sudah dipenghujung pembahasan masalah tata batas, yang kami harapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengklaim bahwa ini (kawasan) di kuasai oleh seseorang,” ucap Kepala DLHK Provinsi Gorontalo, Faizal Lamakaraka, saat membahas tata batas kawasan bandara, belum lama ini.
Sesuai regulasi, terang Faizal, kawasan hutan apalagi hutan lindung tidak bisa dikuasai oleh pihak manapun. Karena penguasaan kawasan itu menurut dia mutlak milik Negara. Tetapi hal ini menurut Faizal masih kurang diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat mengklaim bahwa kawasan hutan tersebut adalah miliknya.
Disisi lain Kepala KPH Wilayah tiga Pohuwato, Khaerudin, mengungkapkan masih menjumpai pembukaan lahan tambak baru di areal lokasi pembangunan Bandara.
“Pembukaan tambak sudah ada, tapi tidak seluas sekerang. Ketika saya sudah di Kepala KPH kemudian sudah diproses pelepasan kawasan untuk bandara sudah berjalan dan terakhir kami turun ke lapangan untuk meninjau lokasi tatap batas bersama Forkopimda, dan dijumpai beberapa titik bukaan baru,”ungkap Khaerudin.
Terkait hal itu dirinya menyarankan kepada Pemerintah Kabupaten Pohuwato untuk melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat yang menguasai areal tambak didalam kawasan tersebut.
“Yang jelas tidak ada istilah ganti rugi di dalam kawasan hutan Negara. Karena ini berdampak hukum,”ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkap Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Pohuwato, Yunus Mohamad yang menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak bisa membayar kawasan yang diklaim oleh masyarakat.
“Dalam bentuk apapun itu namanya, tidak bisa dibayarkan. Bisa dikasih talih asih, itu pun tali asihnya dari pihak ke tiga. Kalau dari kita Pemerintah itu tidak bisa,”tegas Yunus Mohammad. (D.01)