JAKARTA-Harianpost.id- Bendahara Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Mardani H. Maming, terseret kasus dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Nama Mardani muncul dalam persidangan kasus dugaan suap Izin IUP, dengan tersangka mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwi Djono Putro. Raden lah yang menyeret nama Mardani dalam kasus yang dihadapinya.
Namun , dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada Senin, 13 Juni 2022, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Abdul Salam, menolak semua pembelaan yang disampaikan oleh terdakwa, Raden Dwi Djono Putro dalam sidang kasus dugaan korupsi suap IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Menurut dia, tindakan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwi Djono Putro itu merupakan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Raden Dwi dan Hendri Soetio membuka rekening tidak wajar yang mengatasnamakan orang lain.
“Mendirikan perusahaan yang berdalih itu perusahaan bukan punya terdakwa, tapi faktanya istrinya mengakui untuk mendirikan perusahaan itu atas arahan terdakwa,” kata Abdul usai sidang.
Menyikapi kasus yang turut menyeret Bendahara PBNU, Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan, PBNU akan melakukan pembelaan terhadap Mardani H. Maming, meskipun dugaan kasusnya terjadi saat Mardani masih menjabat sebagai Bupati Kabupaten Tanah Bumbu.
“Secara organisasi kita akan melakukan pembelaan kepada Mardani H Maming,” tegas KH. Yahya Cholil Staquf, dalam keterangan pers saat akan melangsungkan rapat pleno PBNU 2022.
Kasus dugaan suap yang turut menyeret namanya itu, membuat Mardain dikabarkan dicekal ke luar negeri oleh pihak Imigrasi dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pencekalan dan penetapan tersangka kepada Mardain itu ditanggapi kuasa hukumnya Ahmad Irawan.
Menurut Ahmad Irawan, pihaknya hingga hari ini tidak pernah menerima surat penetapan tersangka dan pencekalan dari KPK.
“Selaku kuasa hukum Bapak Mardani Haji Maming kami sampaikan klarifikasi bahwa hingga saat ini kami belum pernah menerima surat penetapan sebagai tersangka oleh KPK a.n Mardani H Maming, surat keputusan, permintaan dan salinan perintah pencegahan dari KPK kepada pihak imigrasi,” terang Irawan dalam keterangannya, Senin malam, 20 Juni 2022.
Dia pun mempertanyakan alasan KPK tidak memberitahukan perihal perubahan status kliennya kepada mereka sebagai kuasa hukum.
“Oleh Karena itu kami tentu mempertanyakan kenapa hal tersebut tidak disampaikan dahulu kepada pihak Mardani,” ujarnya.
Pengacara Mardani H Maming lainnya, Irfan Idham menyatakan, selama persidangan tidak ada fakta persidangan yang menunjukkan kliennya menerima suap dalam penerbitan Surat IUP pada 2011 di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
“Jelas, selama proses persidangan bekas kepala Dinas Pertambangan dan Energi menyatakan Mardani tidak sepeserpun menerima dugaan suap Rp27,6 miliar yang diterima kepala dinas,” tegas Irfan Idham kepada wartawan seusai sidang Kamis, 16 Juni 2022.
Dalam kasus ini menurut dia, kliennya sudah pas menjadi saksi karena tidak ada bukti satupun yang membuktikan bahwa kliennya meneri suap atau gratifikasi.Kesaksian Chistina dalam persidangan kata Irfan, sama sekali tidak membuktikan bahwa kliennya menerima suap atau gratifikasi dari PT PCN.
“Jadi hubungan antara PT PCN dengan PT PAR sepenuhnya urusan bisnis yang tidak terkait dengan posisi Mardani sebagai bupati saat itu,” terangnya.