Kasus Perdis Fiktif DPRD Boalemo : Diduga Dana Digunakan Bayar TGR Makan – Minum

BOALEMO,HARIANPOST.ID- Dugaan perjalanan dinas fiktif tahun 2020-2022 oleh DPRD Boalemo, saat ini masih menyita perhatian publik. Tidak hanya merugikan uang Negara, jika perdis fiktif tersebut benar terjadi, maka lembaga perwakilan rakyat Boalemo itu juga telah mencederai amanah rakyat.

Tidak hanya soal Perdis fiktif, terbaru, publik di Boalemo juga kembali teringat pada persoalan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) makan dan minum pimpinan DPRD Boalemo periode 2019–2024. Dimana pembayaran TGR itu diduga dibayarkan dari anggaran perjalanan dinas fiktif DPRD Boalemo tahun 2020-2022.

Terkait itu, Sekretaris Dewan Boalemo, Robert Pauweni ketika ditanyakan perihal kasus tersebut via pesan WhatsApp, dirinya menyerahkan sepenuhnya proses hukum perkara perdis fiktif itu kepada Kejaksaan Negeri Boalemo.

“Sedang dalam pemeriksaan, jadi kita percayakan pada APH,” kata Robert Pauweni. Selasa 16 September 2025.

Namun ketika media kembali menanyakan apa benar adanya aliran dana dugaan perdis fiktif 2020-2022 untuk pembayaran TGR makan minum pimpinan DPRD, Robert Pauwnei justru tidak menjawab, bahkan saat dihubungi lewat panggilan telepon, dirinya tidak merespon.

Polemik ini kian menjadi perhatian masyarakat kabupaten Boalemo, lantaran menyangkut transparansi dan integritas pengelolaan keuangan daerah yang ada di gedung parlemen Boalemo.

Nanang Syawal, salah satu aktivis Boalemo yang mengikuti kasus ini, menilai indikasi penyalahgunaan anggaran tidak bisa dipandang sepele. Apalagi kasus dugaan korupsi makan minum pimpinan DPRD ini sebelumnya pernah dilaporkan di Kejaksaan Negeri Boalemo, meskipun sudah dilakukan TGR.

“Jika benar ada aliran dana perdis fiktif yang dipakai menutupi pembayaran TGR, maka ini adalah suatu hal yang sangat melanggar hukum dilakukan oleh pimpinan DPRD periode 2019-2024,” kata Nanang Syawal.

Menurutnya, praktik semacam itu menimbulkan kerugian ganda. Pertama, menggerus keuangan daerah yang seharusnya dipakai untuk pembangunan. Kedua, meruntuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat yang semestinya menjadi contoh pengelolaan anggaran.

“Apabila isu ini benar adanya, maka ini preseden buruk. DPRD seharusnya menjaga integritas, bukan justru terseret dalam dugaan manipulasi,” tegas Nanang Syawal.