Menyisir Jejak Korupsi BST Popayato Timur, Kades – Kades Ikut Berperan

UPAYA Penegak hukum dalam mengungkap dugaan korupsi pada kasus Bantuan Sosial Tunai (BST) COVID-19 di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, patut diapresiasi. Dalam perkara ini, Polisi telah menetapkan dua tersangka. Keduanya adalah eks Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kecamatan Popayato Timur Asna Rumpabulu dan eks Kepala kantor POS Lemito, Bofit Susilo.

Namun upaya penegakkan hukum dalam perkara ini tidak boleh hanya berhenti sampai di situ. Penegak hukum harus bisa mengungkap siapa saja yang ‘bermain’ dalam penyaluran bantuan COVID-19 tersebut. Apalagi polemik BST yang bermula dari Tahun 2021 itu, hingga kini belum juga menemui kejelasan.

Jelas, ini adalah sebuah kejahatan yang dilakukan dalam ruang ketidakberdayaan. Masih lekat dalam ingatan, bagaimana pandemi COVID-19 membuat kehidupan Manusia lumpuh. Termasuk kehidupan ekonominya, sebagai dampak pembatasan sosial guna memutus mata rantai pendami.

Di tengah ketidakberdayaan itu, Pemerintah Pusat menghadirkan program bantuan sosial dalam wujud BST, agar masyarakat tetap bisa bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Namun sayang sungguh sayang, di tengah bencana global yang melanda, masih ada saja pihak yang dengan sengaja mengambil kesempatan untuk keuntungan peribadinya.

Jauh sebelum penetapan tersangka, DPRD Pohuwato sudah mengambil bagian lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menyelesaikan polemik BST, khusunya yang berada di Kecamatan Popayato Timur. Dalam RDP yang beberapakali digelar, terungkap bahwa bantuan sosial untuk masyarakat terdampak pandemi itu harusnya disalurkan langsung oleh petugas POS.

Namun karena dirinya ‘malas’ bantuan sosial itu ia titipkan kepada TKSK Popayato Timur. Dari sinilah polemik BST bermula. Dalam penyalurannya, masyarakat yang namanya terdaftar sebagai penerima, malah tidak menerima bantuan tersebut.Pada penyaluran bantuan ini, Kepala – Kepala Desa juga ikut terlibat.

Riak – riak perkara BST ini sendiri mulai muncul pada pertengahan Tahun 2021. Karena terus mendapat desakan, baik dari masyarakat dan DPRD Pohuwato, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Pohuwato yang saat itu dijabat Achmad Djuuna terus mencari jalan keluar untuk menyelesaikan perkara ini.

Salah satu solusi yang dihadirkan adalah, TKSK Popayato Timur dan Kepala – Kepala Desa menandatangani surat pernyataan untuk mengembalikan uang BST yang ditilep. Beberapa kepala Desa menolak menyapakati solusi ini, karena merasa dirinya tidak mengambil bantuan yang diperuntukan untuk masyarakat. Sementara Kepala Desa lain langsung menyepakati solusi yang dihadirkan itu.

Pasca pernyataan itu dibuat, Kepala Desa yang menyepakati, langsung menyalurkan BST kepada daftar penerima, namun belum menerima bantuan tersebut. Pembayaran BST oleh Kepala Desa dan TKSK atas uang BST yang ditilep, bukan menjadi akhir dari perkara BST Popayato Timur.

Dalam RDP yang digelar DPRD Pohuwato pada tanggal 6 September 2021, Wakil Ketua DPRD Idris Kadji mempertanyakan sumber uang yang digunakan Kepala Desa untuk membayar ganti rugi atas bantuan BST. Idris skeptis, jika perkara ini tidak terungkap, TKSK dan Kepala – Kepala Desa, pasti tidak akan mengganti rugi bantuan sosial yang telah ditilep tersebut.

Hal senada juga diungkap anggota DPRD Pohuwato, Alm. Yunus Usman. Dirinya geram dengan ulah TKSK dan Kepala Desa yang sengaja bermain dengan bantuan untuk masyarakat itu. Yang pada akhirnya, masyarakatlah yang dirugikan. Saat itu, Yunus menyampaikan akan terus mengawal kasus ini hingga pada proses hukum.

Sementara pada akhir Januari 2024 lalu, Kapolres Pohuwato melalui Kasat Reskrim Iptu Faisal A.A Harianja menyampaikan akan terus mengungkap perkara BST ini. Pasca pemilu kata dia, Polisi akan kembali melakukan pemeriksaan terhadap 60 orang penerima BST Popayato Timur.

Langkah yang dilakukan pihak kepolisian ini tentu perlu diapresiasi. Polisi harus bisa mengungkap siapa saja yang terlibat. Termasuk mendalami peran kepala Desa dan eks Kepala Desa di Kecamatan Popayato Timur dalam perkara ini. Apalagi dari sejumlah pengakuan, bahwa ada Kepala Desa yang dengan sadar meminta bonus kepada TKSK atas target penyaluran BST kepada penerima. Polisi harus mengungkap kebenaran dari perkara ini, agar kasus yang sama yang merugikan masyarakat tidak berulang kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *